Kamis, 03 Juni 2010

Tantangan Masyarakat Desa menghadapi Modernisasi

Ketika kami tiba di desa ini tahun 1990an, masih teringat dengan jelas bagaimana keadaan desa ini, penduduk yang ramah tamah, masih terdapat banyak pepohonan nan rindang, penduduknya asli didominasi sebagai petani dan aparat pemerintahan, dan para pendatang kebanyakan sebagai pedagang, meskipun pada saat itu kami belum memahami benar kebudayaan di tempat ini namun seiring dengan berjalannya waktu kami pun dapat beradaptasi dengan lingkungan dan budayanya, khususnya anak suku pedalaman (kubu) yang sederhana dan suka hidup berpindah-pindah, asyik, seru, bahkan saya selalu tersenyum ketika mengingat semua itu.

Setelah sembilan tahun saya meninggalkan tempat ini (Tahun 2001-2010), banyak sudah perubahan yang terjadi baik perkembangan positif maupun negatifnya. Dahulu dengan mudah kami mendapatkan sayur mayur, buah seperti mangga, durian, cempedak, dan palawija lainnya, lalu bagaimana sekarang? berubah total, lahan kosong berubah menjadi pohon kelapa sawit, semua serba pohon kelapa sawit, ternyata masyarakat lebih tertarik dan tergiur dengan harga kelapa sawit yang tinggi dengan merubah lingkungannya dengan tanaman tersebut. Dengan uang yang mereka miliki dapat membeli kebutuhan pokok dengan mudah dipasar tanpa harus menanam dan menunggu ladang lagi.

Kecamatan Merlung Merupakan Masyarakat Majemuk yang mempunyai banyak budaya, adat istiadat, penduduk asli merupakan suku melayu yang mana banyak mengikuti tradisi melayu, yamg khas untuk merlung adalah upacara pernikahan, gotong royong,.

Perekonomian di Kecamatan Merlung paling utama di dukung oleh bidang pertanian, dimana terdapat perkebunan kelapa sawit yang besar baik perusahaan maupun kebun plasma milik rakyat, diikuti perkebunan karet yang ada sejak dulu yang mana rata rata di miliki rakyat/ sektor lain yaitu dagang dimana merlung merupakan pusat perdagangan Tanjung Jabung Barat Bagian ulu, hingga saat ini pun masyarakat masih melakukan hal tersebut.

Letak desa yang strategis dimana tepatnya dipersimpangan lintas timur membuat desa ini cepat berkembang ditambah lagi pendapat di daerah ini boleh dikatakan besar terutama pada sektor perkebunan ( Sawit dan Karet ), tapi tidak hanya dampak positif yang timbul, dampak negatif juga ikut timbul pada pola kehidupan masyarakat di desa ini.

Apakah sanggup untuk tetap mempertahankan budaya dan tradisi yang ada? patut kita pertanyakan. Dari merlung menuju kota jambi begitu dekat, desa merlung terletak di pinggir jalan lintas timur yang sudah tentu budaya modern begitu mudah masuk, desa Merlung yang merupakan ibu kota kecamatan pusat perekonomian yang tentu tidak hanya masyarakat sekitar yang datang ke desa Merlung ini, media elektronik seperti televisi, hp yang bukan lagi dianggap barang mewah. Kendaraan yang hilir mudik mempermudah keluar masuk desa ini.

Dapat kita lihat adanya perubahan yang walaupun itu sedikit tapi tampak. Lihat saja cara berpakaian remaja zaman sekarang yang kadang kala tak menghormat tradisi kita tradisi bangsa Indonesia pada umumnya, Tata krama yang mulai memudar. Tak hanya itu sudah mulai tampak seperti adat penikahan yang masyarakat lebih cenderung untuk tradisi ala modern, menggunakan musik modern sebagai hiburan saat acara pernikahan.

Banggakah kita dengan budaya kita? Seharusnya jawabannya adalah ya, karena itulah indentitas kita. Budaya kita diajarkan untuk bagaimana untuk bertata krama, bagaimana untuk tidak mengarah pada materialis. Bagaimana kita menghormati, menghargai orang lain, bukan untuk mengajarkan budaya pamer.

Ayolah pemuda, masyarakat desa merlung pada khususnya, Indonesia pada umumnya untuk dapat mencintai, menghargai budaya kita sendiri. Kita memang banyak tantangan di era modern ini untuk dapat mempertahankan buadaya asli kita. Tapi kita juga banyak cara untuk dapat mempertahankan budaya asli kita. Tak usah kita terapkan budaya pamer, materil tapi budayakanlah budaya sederhana. Kita boleh menerapkan budaya modern tapi kita harus bisa memfilternya.